Tuesday, January 4, 2011

perempuan tangguh di bisnis indonesia


KIPRAH perempuan Indonesia
di kancah bisnis kini sudah
tidak diragukan lagi. Saat ini
kian banyak perempuan yang
memainkan peran penting di
dunia bisnis, khususnya di
kursi eksekutif.
Ya, perempuan dan bisnis
seakan menjadi topik yang
tidak ada habisnya. Ada
kalangan yang masih
meragukan kepatutan
perempuan duduk di puncak
korporasi. Tetapi, tidak
sedikit pula yang berasumsi
sebaliknya.
Saatnya perempuan terus
berkarya di kancah bisnis.
Sebuah studi bertajuk A
Woman ’s Nation Changes
Everything yang dirilis Maria
Shriver dan The Center for
American Progress akhir
tahun lalu sangat layak
disimak.
Di mana dalam laporan
tersebut diungkapkan fakta
bahwa separuh dari
karyawan di Amerika Serikat
(AS) perempuan. Tidak
sedikit yang justru
menduduki posisi puncak di
perusahaan. Nah, bagaimana
dengan perempuan
Indonesia?
Perempuan Indonesia terus
memperlihatkan perannya di
sektor ekonomi. Hal ini
dibuktikan dengan adanya
sejumlah perempuan
Indonesia yang menduduki
jabatan penting di
perusahaan besar. Sebut saja
Felia Salim, Wakil Direktur
Utama Bank Negara
Indonesia (BNI).
Felia berperan penting dalam
pengambilan kebijakan bank
pelat merah tersebut.
Jabatan ini diemban Felia
sejak 6 Februari 2008.
Sebelum memegang jabatan
ini, Felia sudah melanglang
buana di sejumlah posisi
strategis bidang keuangan
seperti menjabat komisaris
BNI sejak 2004 hingga 2008.
Pada periode 1994 –1999, Felia
mengemban amanah di PT
Bursa Efek Jakarta dengan
menjabat posisi direktur.
Peraih gelar Bachelor of Arts
dari Carleton University
(1983) ini juga pernah
menjadi Ketua Sekretariat
Komite Kebijakan Sektor
Keuangan (2000 –2001) dan
Deputi Ketua Badan
Penyehatan Perbankan
Nasional (2001).
Tidak hanya sampai di situ,
portofolio karier Felia juga
diisi dengan jabatan Pjs
Executive Director
Partnership Governance
Reform (2002) dan Pjs
Executive Director Tifa
Foundation (2003).
Jabatan lainnya sebagai
Komisaris Independen Good
Year (mulai 2003), Advisory
Board –Financial Governance
Technical Support AUSAID
(mulai 2004), dan Ketua
Governing Board of The
Partnership for Governance
Reform (mulai 2004), dan
Komisaris Independen
(2004-2008).
Tokoh wanita lain yang juga
tak kalah suksesnya di pucuk
pimpinan korporasi adalah
Aviliani. Namanya memang
sudah akrab dalam dunia
ekonomi Indonesia. Maklum,
Komisaris Independen Bank
Rakyat Indonesia (BRI) sejak
2005 ini sudah lama dikenal
sebagai pengamat ekonomi.
Wanita kelahiran Malang 16
Desember 1961 ini
merupakan peneliti di
Institute for Development of
Economics and Finance
(Indef) sejak 1995.
Perempuan yang akrab
dipanggil Mbak Avi ini pernah
menjabat sejumlah jabatan
akademis seperti Ketua
Jurusan Manajemen FE
Universitas Paramadina
(2002–2005), Pembantu Ketua
II STIE Perbanas (2000–2002),
dan Wakil Direktur Penelitian
dan Pengabdian STIE
Perbanas (1997-1999).
Kepiawaian Aviliani dalam
bidang ekonomi pernah
mengantarkannya menjadi
moderator debat presiden
pada Pemilu 2009. Saat ini
Aviliani juga ditunjuk sebagai
Sekretaris Komite Ekonomi
Nasional (KEN) yang
dibentuk Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono
beberapa bulan lalu.
Nama Parwati Surjaudaja
semakin menambah panjang
daftar top eksekutif
perempuan di Tanah Air.
Parwati menjabat sebagai
Presiden Direktur Bank OCBC
NISP sejak 2008. Sebelumnya
dia menjabat sebagai Wakil
Direktur Bank NISP yang
dijalaninya sejak
1997.Sebelumnya Parwati
menjabat Direktur Bank
OCBC NISP, yang kala itu
masih bernama NISP (1990-
Juni 1997).
Peraih gelar MBA dan BSc
dari San Fransisco State
University Amerika Serikat
(AS) ini juga pernah menjadi
konsultan senior di SGV
Utomo/Arthur Andersen
(1987-1990). Perjalanan Bank
NISP berkembang pesat
selepas krisis ekonomi yang
mendera Indonesia pada
1998. Hal ini pun menarik
minat Bank OCBC Singapura
dan membeli 74,73 persen
saham NISP.
Pembelian ini membuat nama
bank berubah menjadi OCBC
NISP seperti yang sekarang
dikenal. Sejumlah perubahan
pun dilakukan. Daftar
perempuan berpengaruh di
kancah bisnis Indonesia
makin panjang dengan
munculnya Friderica
Widyasari Dewi yang
menjabat Direktur
Pengembangan Usaha Bursa
Efek Indonesia (BEI).
Kehadiran perempuan yang
akrab dipanggil Kiki di
jajaran direksi menjadikan
BEI lebih berwarna.
Sebelumnya alumnus
Universitas Gadjah Mada ini
sudah lama dikenal sebagai
artis dan model. Sebelum
masuk dalam jajaran direksi,
dia pernah menjabat
Corporate Secretary BEI.
Karena itu, Kiki wajar jika
fasih menjelaskan berbagai
istilah dunia keuangan yang
rumit.
Dia juga tak segan bekerja
keras untuk membantu
memulihkan pasar modal
Indonesia yang terkena imbas
krisis global sehingga indeks
harga saham gabungan
(IHSG) di BEI terpangkas
habis. Dunia Kiki saat ini
tentu berbeda dengan dunia
yang digelutinya pada era
1990-an.
Saat itu dia lebih dikenal
dalam dunia hiburan sebagai
artis dan model. Dunia yang
penuh glamor ini
ditinggalkan kala dia
melanjutkan studi di
California State University,
Fresno, AS pada awal 2000.
Usai meraih gelar MBA pada
2004, dia memutar haluan
kariernya ke Bursa Efek.
Wanita kelahiran 28
November 1976 ini mengaku
makin mencintai dunianya
saat ini. Dalam blog
pribadinya dia menulis
“ Bagiku, hidup ini seperti air
sungai, mengalir.”
Nama Karen Agustiawan
tentu tidak bisa dilepaskan
jika berbicara mengenai top
eksekutif wanita. Maklum,
Karen adalah sosok
perempuan Indonesia yang
membuat sejarah baru di
dunia bisnis perminyakan.
Dia adalah wanita pertama
yang menduduki kursi
Direktur Utama (Dirut) PT
Pertamina. Sebelum
menjabat Dirut Pertamina,
Karen sudah melewati karier
panjang dalam dunia
perminyakan.
Wanita kelahiran Bandung 19
Oktober 1958 ini usai me-
nyelesaikan studinya di
Institut Teknologi Bandung
pada 1983 langsung terjun di
bisnis perminyakan dengan
bergabung bersama MobilOil
Indonesia.
Dia menjabat analis dan
programmer dalam
pemetaan sistem eksplorasi.
Sukses di posisi ini, pada 1987
Karen menjadi Seismic
Processor and Quality
Controller MobilOil Indonesia
untuk beberapa proyek
seismik Rokan, Sumatra
Utara, dan Madura.
Pengalaman kerja di luar
negeri dirasakan Karen
ketika pada 1989 dia
diboyong MobilOil Dallas ke
AS.
Sampai akhirnya Karen
ditarik ke Indonesia pada
1992 dan menjadi Project
Leader di bagian Eksplorasi
MobilOil yang menangani
seluruh aplikasi studi G&G
dan infrastruktur yang
dijalaninya sampai 1993.
Sejumlah jabatan lain
dilakoni Karen di perusahaan
perminyakan dan oli hingga
pada 2008 ketika Ari H
Soemarno, Dirut Pertamina
kala itu, mengangkatnya
sebagai Staf Ahli Dirut.
Kemudian dia diangkat
sebagai Direktur Hulu PT
Pertamina. Hingga akhirnya
menduduki kursi orang
nomor satu di Pertamina dan
mencatat sejarah baru.

No comments:

Post a Comment